Dr. Dirgantara Wicaksono,M.Pd, M.M : Perbedaan pendidikan di indonesia dengan swiss
Nama: Sundari Febriana Putri
NIM : 2016820182
Kelas: Dsd 4
Pendidikan di Indonesia
Indonesia merupakan negara dengan sistem pendidikan yang kuat namun belum mencapai seluruh siswa menurut laporan versi Beta yang dirilis WEF (World Economic Forum) 2015 lalu. Menurut laporan tersebut Indonesia mendapat nilai 4,79 yang menyebabkan Indonesia berada pada peringkat 9 dari 34 negara. Hal ini disebabkan indeks kualitas (quality) yang tinggi yang berada di 3 besar terbaik. Menurut survei PISA (Programme Internationale Student Assessment) yang dilakukan di 72 negara OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) pada tahun 2015 Ialu Indonesia berada pada peringkat 64. Hal ini meningkat 7 peringkat dari survei sebelumnya yakni tahun 2012 dengan peringkat 71. Survei ini sendiri dilakukan dengan mengambil pelajar usia 15 tahun secara acak dengan kategori membaca, sains, dan matematika. Namun pada Februari 2017 Indonesia berada pada peringkat 108 di dunia dengan skor EDI (Education Development Index) 0,603 dimana termasuk kategori rendah. Hal ini disebabkan 44% pendudukan Indonesia hanya tuntas pendidikan menengah dan 11% gagal tuntas atau keluar dari sekolah. Di ASEAN (Association of South East Asia Nations) sendiri Indonesia berada pada peringkat ke 5 setelah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia dan Thailand. Dari beberapa survei diatas terdapat 2 pendapat yang berbeda, salah satu survei mengatakan bahwa sistem pendidikan di Indonesia kuat namun yang lain mengategorikan sistem pendidikan di Indonesia rendah.
Pendidikan di Swiss
Swiss adalah negara terbaik di dunia dalam bidang pendidikan. Angka buta huruf negara ini mencapai angka 0 alias tak ada yang buta huruf. Pemerintah swiss memang sangat mengutamakan pendidikan warganya. Jika ada beberapa orang saja warga yang mengajukan untuk sekolah, maka Pemerintah akan membangun sekolah dan menyediakan guru serta fasilitas belajar yang lengkap. Hal ini berlaku bagi tiap warga negara mereka tanpa melihat suku agama dan ras mereka.
NIM : 2016820182
Kelas: Dsd 4
Pendidikan di Indonesia
Indonesia merupakan negara dengan sistem pendidikan yang kuat namun belum mencapai seluruh siswa menurut laporan versi Beta yang dirilis WEF (World Economic Forum) 2015 lalu. Menurut laporan tersebut Indonesia mendapat nilai 4,79 yang menyebabkan Indonesia berada pada peringkat 9 dari 34 negara. Hal ini disebabkan indeks kualitas (quality) yang tinggi yang berada di 3 besar terbaik. Menurut survei PISA (Programme Internationale Student Assessment) yang dilakukan di 72 negara OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) pada tahun 2015 Ialu Indonesia berada pada peringkat 64. Hal ini meningkat 7 peringkat dari survei sebelumnya yakni tahun 2012 dengan peringkat 71. Survei ini sendiri dilakukan dengan mengambil pelajar usia 15 tahun secara acak dengan kategori membaca, sains, dan matematika. Namun pada Februari 2017 Indonesia berada pada peringkat 108 di dunia dengan skor EDI (Education Development Index) 0,603 dimana termasuk kategori rendah. Hal ini disebabkan 44% pendudukan Indonesia hanya tuntas pendidikan menengah dan 11% gagal tuntas atau keluar dari sekolah. Di ASEAN (Association of South East Asia Nations) sendiri Indonesia berada pada peringkat ke 5 setelah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia dan Thailand. Dari beberapa survei diatas terdapat 2 pendapat yang berbeda, salah satu survei mengatakan bahwa sistem pendidikan di Indonesia kuat namun yang lain mengategorikan sistem pendidikan di Indonesia rendah.
Pendidikan di Swiss
Swiss adalah negara terbaik di dunia dalam bidang pendidikan. Angka buta huruf negara ini mencapai angka 0 alias tak ada yang buta huruf. Pemerintah swiss memang sangat mengutamakan pendidikan warganya. Jika ada beberapa orang saja warga yang mengajukan untuk sekolah, maka Pemerintah akan membangun sekolah dan menyediakan guru serta fasilitas belajar yang lengkap. Hal ini berlaku bagi tiap warga negara mereka tanpa melihat suku agama dan ras mereka.
Setiap orang Swiss atau siapa pun yang tinggal di Swiss, termasuk orang asing, bisa mengikuti pendidikan dasar gratis, mulai SD, SMP, hingga SMA. Itu merupakan pendidikan wajib. Jadi, tidak ada ceritanya tak ada anak Swiss yang tidak bersekolah. Memang, jalannya pendidikan dilaksanakan dalam tiga bahasa, bergantung pada kanton (semacam negara bagian), yakni Prancis, Jerman, dan Italia. Jika seseorang berhasil menamatkan SMA, saat mau masuk universitas pun, asal cukup pintar, ongkosnya tidak akan mencekik leher orang tua yang berpenghasilan paling rendah. Bayangkan, UMR di Swiss sekitar 3.000 CHF (franc Swiss) per bulan (Satu CHF setara Rp 9.826). Dengan UMR 3.000 CHF, biaya kuliah S-1 (strata 1) satu semester hanya sekitar 600 CHF atau rata-rata hanya 100 CHF per bulan. Itu berarti biaya kuliah per bulan setara dengan sepertigapuluh UMR. Orang paling miskin pun akan bisa bayar kuliah, bahkan mahasiswa yang be sangkutan bisa bayar sendiri dengan bekerja paro waktu di restoran cepat saji atau di perpustakaan sekolah. Jika mau melanjutkan program master, ongkosnya lebih murah lagi, yakni 300 CHF per semester atau 50 CHF sebulan dan yang benar-benar brilian bisa mengikuti program doktor yang hanya bayar per semester sekitar 150 CHF atau bahkan ada yang hanya 65 CHF. Luar biasa murahnya. Mengapa pendidikan di Swiss bisa murah meriah, tetapi berkualitas? Itu tidak lepas dari kebijakan nasional yang menempatkan pendidikan sebagai program pembangunan unggulan. \
Pemerintah Swiss yakin, hanya dengan pendidikan yang baik, Swiss bisa mempertahankan tingkat inovasi dan kemajuan industrinya. Oleh karena itu, jika ada subsidi habis-habisan, dana terbesar diberikan untuk dunia pendidikan. Swiss tidak mau memberikan subsidi BBM yang mengakibatkan makin banyak orang yang membeli mobil. Mereka juga tidak mau mensubsidi listrik yang akan mengakibatkan orang boros energi dan sebagainya. Namun, untuk pendidikan, baik pemerintah federal atau kanton berpendapat harus dibuat semurah-murahnya dengan kualitas setinggi-tingginya. Kualitas pendidikan Swiss yang hebat itu terbukti sejak masa ilmuwan genius Albert Einstein bersekolah di Swiss. Almamater ilmuwan kondang tersebut,yakni ETH Zurich yang dalam bahasa Jerman merupakan kependekan dari Eidgenössische Technische Hochschule atau Institut Teknik Federal, merupakan salah satu perguruan tinggi teknologitop papan atas kelas dunia. Kampus di Zurich itu sejajar dengan Massachusetts Institute of Technology (MIT) atau Caltech atau California Institute of Technology, dua kampus tersohor di AS. Menurut sistem pendidikan di Swiss, pada kelas IX atau sejajar dengan kelas III SMP, para pelajar akan dievaluasi oleh para guru. Tentu dengan supervise dinas pendidikan kanton bersangkutan.
Pemerintah Swiss yakin, hanya dengan pendidikan yang baik, Swiss bisa mempertahankan tingkat inovasi dan kemajuan industrinya. Oleh karena itu, jika ada subsidi habis-habisan, dana terbesar diberikan untuk dunia pendidikan. Swiss tidak mau memberikan subsidi BBM yang mengakibatkan makin banyak orang yang membeli mobil. Mereka juga tidak mau mensubsidi listrik yang akan mengakibatkan orang boros energi dan sebagainya. Namun, untuk pendidikan, baik pemerintah federal atau kanton berpendapat harus dibuat semurah-murahnya dengan kualitas setinggi-tingginya. Kualitas pendidikan Swiss yang hebat itu terbukti sejak masa ilmuwan genius Albert Einstein bersekolah di Swiss. Almamater ilmuwan kondang tersebut,yakni ETH Zurich yang dalam bahasa Jerman merupakan kependekan dari Eidgenössische Technische Hochschule atau Institut Teknik Federal, merupakan salah satu perguruan tinggi teknologitop papan atas kelas dunia. Kampus di Zurich itu sejajar dengan Massachusetts Institute of Technology (MIT) atau Caltech atau California Institute of Technology, dua kampus tersohor di AS. Menurut sistem pendidikan di Swiss, pada kelas IX atau sejajar dengan kelas III SMP, para pelajar akan dievaluasi oleh para guru. Tentu dengan supervise dinas pendidikan kanton bersangkutan.
Jika yang bersangkutan menunjukkan bakat akademik yang bagus dan memiliki minat akademik yang tinggi, dia akan direkomendasikan masuk matura atau SMA. Jika dia ingin mempunyai skill dalam teknis atau bisnis, disarankan melanjutkan pendidikan menengah khusus atau sekolah keterampilan semacam SMKK, STM, SMEA (sekarang SMK) di tempat kita. Bahwa pemerintah Swiss sangat serius dengan pendidikan, hal itu juga terbukti dengan kebijaksanaan yang mendorong mereka yang mengambil sekolah keterampilan atau vocational training tidak dianaktirikan. Maka, sejak awal kalangan industri dilibatkan. Dengan kata lain, pelajar yang mengambil pendidikan keterampilan dijamin bisa mandiri atau bekerja di perusahaan yang menjadi bapak asuhnya.Jika mau melanjutkan pendidikan tinggi di bidang spesialisasinya, itu tetap bisa dilakukan. Pendidikan tinggi di Swiss dibagi dalam tiga jenis garis besar. Pertama, universitas yang merupakan pusat riset dan pendidikan akademik tertinggi yang ditujukan menghasilkan periset dan saintis andal. Sistem itu dalam bahasa Jerman dikenal dengan nama Die Universitàren Hochschulen. Diharapkan dari lembaga tersebut akan dihasilkan riset unggulan di segala bidang. Misalnya, dalam bidang nano techonology, advanced aviation, pure ma thematics and physics or chemistry. Keseriusan menggarap bidang itu telah menghasilkan nama-nama besar di kelas dunia. Misalnya, para pemenang nobel: Wilhelm Conrad Röntgen (fisika, 1901); Albert Einstein (fisika, 1921); Wolfgang Pauli (fisika, 1945); Tadeus Reichstein (kedokteran, 1950); dan Kurt Wüthrich (kimia, 2002) dan masih belasan pemenang nobel lain yang mempunyai kontribusi besar bagi kemajuan Swiss. Mereka sadar, kemajuan tidak bisa diperoleh hanya karena banyak orang memajang gelar profesor doktor di depan nama seseorang, tetapi karena hasil riset konkret yang diakui dunia. Di Swiss, seorang bergelar profesor atau doktor akan jadi bahan tertawaan dan gunjingan jika tidak pernah menulis buku atau menghasilkan karya ilmiah. Jalur kedua bagi pendidikan tinggi di peruntukkan mereka yang ingin menjadi pendidik, yakni Die Pä da gogischen Hochschulen atau terjemahan gampangnya adalah sekolah tinggi bagi para pendidik. Di per guruan tinggi pendidikan itu, calon guru benar-benar dididik dan di persiapkan dengan matang, baik dari segi ke mampuan intelektual maupun moral. Karena menyadari tugas guru sangat berat, pemerintah memberlakukan seleksi dan pengawasan yang ketat. Selain itu, para guru mendapat remunerasi atau gaji yang memadai. Jika gaji rata-rata pegawai Swiss berkisar 7.000–8.000 CHF, seorang guru di Swiss bisa bergaji rata-rata 15.000 CHF per bulan. Bandingkan dengan ”uang lelah”anggota DPR di Swiss yang hanya sekitar 9.000 atau 10.000 CHF per bulan. Memang dengan gaji yang tinggi tersebut, para guru diharapkan bisa mencurahkan waktu untuk mengajar dan membimbing anak didiknya dengan baik. Oleh karena itu, profesi guru merupakan pekerjaan yang sangat terhormat di masyarakat Swiss. Jalur ketiga pendidikan tinggi di Swiss adalah Die Fachhochschulen atau sekolah tinggi khusus atau institut atau juga politeknik. Jalur itu ditujukan untuk memberikan keterampilan tinggi kepada para pekerja spesialis, umumnya di bidang teknik, baik sipil, kimia, metalurgi, maupun arsitek. Bedanya dengan universitas ialah pengajarannya bersifat aplikatif. Sekolah tinggi jenis itu, selain mendapat dukungan dana dari pemerintah kanton (setingkat negara bagian), mendapat kucuran da na dari industri. Secara umum, riset di Swiss dibiayai dua pihak. Jika itu me rupakan riset murni, dana berasal dari pemerintah federal, sedangkan jika riset terapan, biasanya dibiayai swas ta. Hasilnya sangat jelas. Meski Swiss sangat kecil dengan penduduk hanya 7,6 juta jiwa, industrinya merajai dalam berbagai bidang. di Swiss terdapat 2 waktu istirahat. Istirahat pertama 10.25-10.40 dan istirahat kedua berbeda tergantung hari, untuk Senin dan Rabu 1 jam dan hari lainnya 2 jam yakni 11.40-13.40. Ini merupakan waktu yang cukup panjang untuk istirahat. Isitirahat ke 2 hanya 25 menit yakni 12.15-12.40 kadang ini menjadi masalah bagi siswa yang beragama Islam karena waktu zuhur bertepatan dengan waktu berakhirnya istirahat sehingga murid menjadi terlambat masuk kelas yang berakibat ketinggalan pelajaran. Hal ini juga menjadi masalah bagi guru yang beragama Isam, karena jika beliau sholat maka jam beliau mengajar akan lebih sedikit yang berakibat ketidakefektifan waktu mengajar. Inilah salah satu faktor ketidaktuntasan materi yang diajarkan guru kepada murid. Alasan lain adalah karena waktu istirah kedua bertepatan dengan makan siang sehingga kebanyakan murid memakan makanan berat yang menyebabkan waktu makan lebih lama dibandingan istirahat pertama. Walaupun ada murid yang belum sarapan sehingga mereka makan berat di istirahat pertama, namun kebanyakan murid yang sudah sarapan hanya membeli cemilan saat istirahat pertama sehingga waktu makan tidak terlalu lama. Di Swiss saat mereka masih kelas 9 atau setara dengan SMP di Indonesia mereka memiliki jam yang serempak untuk memulai pelajaran yakni 08.00-15.20. Namun hal itu berubah saat mereka naik ke kelas 10 atau setara SMA di Indonesia setiap hari mereka memiliki jam yang berbeda yakni Senin 7.10-14.00, Selasa 7.40-16.30, Rabu 08.10-16.30, Kamis 08.10-16.30 dan Jumat 08.10-15.40. Hal ini karena ada pelajaran dimana mereka harus bergabung dengan kelas lain yang menyebabkan mereka perlu menyesuaikan waktu dengan kelas yang mereka gabung. Pelajaran yang dipelajari di Swiss diantaranya biologi, laboratorium, kimia, bahasa Perancis, bahasa Jerman, bahasa Inggris, matematika, seni, musik, fisika, geografi, sejarah, agama, komputer, ekonomi, dan bimbingan konseling. Dapat dilihat diatas dari 4 bahasa nasional yang dimiliki Swiss mereka hanya mempelajari 2 bahasa yakni bahasa Jerman dan bahasa Perancis. Mungkin bahasa yang dipelajari juga tergantung dari tempat dimana mereka tinggal.
Analisis
Pemerintah Swiss sadar akan pendidikan adalah faktor penting untuk membangun negara agar lebih pesat, hal sangat yang membedakan Swiss dengan Indonesia adalah pendidikan di setiap daerah di Swiss sudah sangat merata sedangkan di Indonesia masih jauh tertinggal. Setiap pemerintah daerah di Swiss sangat memperhatikan pendidikan untuk warganya, walaupun swiss merupakan negara maju tetapi untuk biaya pendidikannya tergolong murah bahkan pemerintahnya membebaskan biaya pendidikan. Jadi orang miskin di Swiss pun dapat mengenyam bangku sekolah dan untuk kesejahteraan pendidik di Swiss pun sangat terjamin bahkan mereka di posisikan sebagai profesi paling terhormat karena diharapkan dari tanga-tangan mereka tercipta anak-anak yang berbakat dalam berbagai bidang.
Analisis
Pemerintah Swiss sadar akan pendidikan adalah faktor penting untuk membangun negara agar lebih pesat, hal sangat yang membedakan Swiss dengan Indonesia adalah pendidikan di setiap daerah di Swiss sudah sangat merata sedangkan di Indonesia masih jauh tertinggal. Setiap pemerintah daerah di Swiss sangat memperhatikan pendidikan untuk warganya, walaupun swiss merupakan negara maju tetapi untuk biaya pendidikannya tergolong murah bahkan pemerintahnya membebaskan biaya pendidikan. Jadi orang miskin di Swiss pun dapat mengenyam bangku sekolah dan untuk kesejahteraan pendidik di Swiss pun sangat terjamin bahkan mereka di posisikan sebagai profesi paling terhormat karena diharapkan dari tanga-tangan mereka tercipta anak-anak yang berbakat dalam berbagai bidang.
Sumber
https://seputarkuliah.com/perbedaan-sistem-pendidikan-di-indonesia/?amp
http://www.thedjokosusilo.org/2011/05/refleksi-pendidikan-belajar-dari-swiss.html?m=1
http://wartasejarah.blogspot.co.id/2015/06/kemajuan-dan-sistem-pendidikan-di-swiss.html?m=1
https://seputarkuliah.com/perbedaan-sistem-pendidikan-di-indonesia/?amp
http://www.thedjokosusilo.org/2011/05/refleksi-pendidikan-belajar-dari-swiss.html?m=1
http://wartasejarah.blogspot.co.id/2015/06/kemajuan-dan-sistem-pendidikan-di-swiss.html?m=1
Komentar
Posting Komentar